SELAMAT DATANG DI Gubuk SEDERHANA HABIBILLAH

Senin, 26 November 2012

Hasil Survey 5 Swalayan di Kota Malang



TUGAS UTS
MANAJEMEN PEMASARAN II
 Dosen pembimbing:
YAYUK SRI RAHAYU, SE., MM

                                                                 

 


DISUSUN OLEH :
HABIBILLAH                                             10510125




JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2012





Jumat, 23 November 2012

Manajemen Waktu Ulama Salaf



Ibnul Qayyim berkata,” Tahun adalah batang pohon, bulan-bulan adalah dahannya. Hari-hari adalah ranting rantingnya. Jam-jam adalah daun-daunnya. Dan nafas nafas adalah buah buahnya. Barangsiapa nafas-nafasnya untuk ketaatan, maka buah pohonnya adalah baik. Dan barangsiapa nafas-nafasnya untuk kemaksiatan, maka buahnya adalah hanzhal (buah terpahit). Musim panennya adalah hari pembalasan. Pada saat panen itulah akan jelas mana buah yang manis dan mana buah yang pahit. Kira kira bagaimana buah dari umur kita manis atau pahit?”


Untuk menjawab pertanyaan Ibnul Qayyim, marilah kita bertamasya ke “kebun  kebun” ulama salaf (zaman dulu) dan memetik buah-buahan aneka warna dan  sedap rasa dari pohon-pohon rindang nan hijau elok dipandang mata. Ulama salaf telah mewariskan khazanah ilmu pengetahuan dan teladan yang mencengangkan dunia. Salafush shalih berhasil menorehkan contoh mengagumkan dalam memanfaatkan detik detik umur dalam setiap hembusan  nafas untuk amal kebajikan.


Tradisi Belajar Ulama Salaf

Membaca adalah kebiasaan para ulama dan orang orang shalih bahkan ketika mereka menghadiri berbagai walimah dan pertemuan. Al-Fath bin Khaqan selalu membawa kitab (buku) di saku bajunya. Apabila dia meninggalkan majlis untuk shalat atau kencing, dia mengeluarkan kitab dan membacanya sambil berjalan hingga dia sampai di tempat tujuan. Kemudian dia melakukan hal yang sama pada saat dia kembali kemajlisnya.

Tsa’lab (seorang imam qira’ah) tidak pernah berpisah dari kitabnya. Apabila dia diundang kesebuah walimah, dia mensyaratkan agar diletakkan tempat selebar kulit domba sebagai tempat kitab yang akan dibacanya. An-Nadhr bin Syumail berkata, “seseorang tidak akan bisa merasakan nikmatnya belajar, sampai dia lapar dan melupakan laparnya.”

Beberapa orang berkata kepada Abdullah bin Mubarak “Ketika engkau telah menunaikan shalat, mengapa engkau tidak duduk bersama kami? Dia menjawab, “Saya pergi untuk duduk bersama para sahabat dan tabi’in”. Mereka bertanya, “dimana mereka?”. Dia menjawab, “Saya pergi lalu membaca kitab kitab, maka saya mengetahui amal amal dan keteladanan mereka. Apa yang bisa saya lakukan bersama kalian? Sementara kalian hanya duduk membicarakan aib orang lain.”

Abdullah bin Abdul Azis Al-Umairi sering menyendiri di kuburan dengan membawa kitab (buku) untuk dibaca. Dia ditanya tentang itu, diapun menjawab, “Tidak ada nasihat yang lebih mendalam daripada kuburan. Tidak ada teman yang lebih baik daripada kitab. Dan tidak ada yang lebih menjamin  keselamatan daripada kesendirian.” Ibn Asakir, selama 40 tahun tidak pernah menyibukkan diri kecuali dengan tasmi’ (mengulang hafalan hafalannya), mengumpulkan, menulis dan menyusun ilmu sampai pada waktu pergi buang hajat atau sambil berjalan.

Seorang dokter mendatangi Abu Bakar al-Anbari dalam keadaan sakit parah. Dokter melihat urine Abu bakar, kemudian berkata, “Anda telah melakukan (sewaktu mesih sehat dan kuat) sesuatu yang tidak dilakukan oleh siapapun.” Lalu dokter menemui keluarganya dan berkata kepada mereka, “hampir tidak ada harapan (dokter pesimis terhadap kesembuhan penyakitnya).” Lalu keluarganya menemui Abu Bakar dan menyampaikan ucapan dokter kepadanya dan bertanya, “Apa yang dahulu anda lakukan?” Abu Bakar menjawab,” Saya menelaah dan membaca setiap minggu sepuluh ribu lembar.” Masya Allah, semangat yang begitu membara.

Seseorang bertanya kepada Imam Syafi’i, “Bagaimana semangat anda dalam menuntut ilmu?. Beliau menjawab, “Ketika mendengar ilmu yang belum pernah saya dapatkan, seakan seluruh tubuh saya mempunyai telinga untuk mendengarnya.” “Bagaimana kesungguhan anda dalam mencari ilmu?”. Beliau  menjawab, “Seperti seorang ibu yang mencari anak semata wayang yang hilang entah kemana.”

Majduddin bin Taimiyah apabila masuk WC, berkata kepada kepada orang di sekitarnya “Bacalah kitab ini untukku, keraskanlah suaramu sehingga aku mendengarnya.” Hal ini dia lakukan karena ingin menjaga waktu buang hajatnya tidak sia-sia. Ahmad bin Ali bertanya kepada Abdurrahman bin Abu Hatim Ar-Razi, “Apa penyebab anda banyak mendengar hadits dari bapakmu dan anda banyak bertanya kepadanya?. Dia menjawab,” Mungkin karena ketika dia makan, saya belajar hadits kepadanya. Ketika dia berjalan saya belajar kepadanya. Ketika dia buang hajat, saya belajar kepadanya dan ketika dia masuk rumah mencari sesuatu, saya belajar kepadanya.” Inilah gairah membara yang membuahkan karya monumental Imam Abdurrahman bin Abu Hatim “Aljarh wat ta’dil” dalam 9 jilid besar dan “Al-Musnad” dalam seribu juz (kurang lebih 20 ribu lembar).

Ibn ‘Uqail Al-Hambali berkata, “Tidak halal bagiku untuk menyia-nyiakan sesaat saja dari umurku, sehingga apabila lisanku telah lelah membaca dan berdiskusi, mataku lelah membaca, maka aku menggunakan pikiranku dalam keadaan beristirahat (berbaring diatas tempat tidur). Aku tidak berdiri, kecuali telah terlintas di benakku apa yang akan aku tulis. Dan aku mendapati kesungguhanku belajar ilmu dalam usia 80 tahun lebih kuat daripada apa yang aku dapati ketika aku berumur 20 tahun.”

Bahkan kesungguhan Imam Ibn Uqail dalam menjaga waktunya mencapai tingkat yang mengagumkan. Dia berkata, “Aku menyingkat semaksimal mungkin waktu waktu makan, sehingga aku memilih makanan roti basah daripada roti kering (roti basah memerlukan waktu lebih pendek yang cukup untuk membaca 50 ayat, antara 4-5 menit), karena selisih waktu mengunyahnya bisa aku gunakan untuk membaca atau menulis suatu faedah yang sebelumnya tidak aku ketahui.” Kira kira apa yang dikatakan Ibn Aqil kalau dia mendapatkan zaman kita, bahwa kebanyakan manusia menghabiskan waktu yang lama di meja makan sambil bergurau dan berbincang yang tidak ada manfaatnya?

Amir bin Abdul Qais melewati orang orang pemalas dan pengangguran. Mereka  duduk berbincang bincang tanpa arah. Mereka berkata kepada Amir, “Kemarilah! Duduklah bersama kami” Amir menjawab,” Tahanlah matahari agar ia tidak bergerak, baru saya akan nimbrung berbincang-bincang dengan kalian.”

Al-Muammal bin Al-Hasan melihat seorang sahabatnya (Sulaim) menggerakkan kedua bibirnya berzikir kepada Allah (agar waktunya tidak berlalu sementara dia menganggur) ketika sedang meraut penanya yang tumpul akibat terus menerus digunakan untuk menulis.

Imam Muhammad Bin Hasan As Syaibani tidak tidur malam. Dia meletakkan kitab (buku) disisinya untuk dibaca. Apabila bosan dengan satu kitab berpindah kepada kitab yang lain. Dia mengusir kantuk dengan air. Dia berkata  “sesungguhnya tidur itu karena panas”. Ubaid bin Ya’isy (salah seorang guru Imam Bukhari) berkata “ saya tidak pernah makan dengan tanganku di malam hari selama 30 tahun. Adalah saudara perempuanku yang menyuapkan makanan ke mulutku sementara aku sibuk menulis hadits Rasul.”

Imam Al-Muzani (salah seorang murid Imam Syafi’i) berkata,” Saya membaca kitab Ar-Risalah (kitab ushul fiqh pertama karangan Imam syafi’i) sebanyak 500 kali, setiap kali membacanya saya selalu menemukan ilmu yang baru.” Az-Zarkasyi, pada remajanya berhasil menghafal kitab “Minhajuth Thalibin” karya Imam Nawawi (4 jilid besar), sehingga ia dijuluki dengan “Minhaj”. Fudhail bin Gazwan berkata, “Aku pernah duduk duduk bersama Ibnu Syubrumah dan beberapa sahabat lainnya, pada suatu malam guna berdiskusi (muzakarah) tentang fikih. Lalu kami sama sekali tidak berdiri hingga mendengar kumandang azan subuh.”

Imam Abdullah bin Farrukh pergi menemui Abu Hanifah untuk belajar darinya. Ketika Abdullah duduk di rumah Abu Hanifah, tiba tiba batu bata jatuh dari atap rumah mengenai kepala Abdullah hingga terluka. Abu Hanifah berkata “ Apakah anda memilih harga denda atau tiga ratus hadits?” Abdullah menjawab, “Saya memilih tiga ratus hadits.” Kemudian beliau mengajarinya hadits tersebut.

Khalaf bin Hisyam berkata, “Sebuah bab dari pelajaran Nahwu sulit bagiku, lalu saya menghabiskan 8000 dirham untuk mempelajarinya, sehingga sayapun  paham tentang bab tersebut.” Abdullah bin Ahmad al-Khasysyab membeli kitab seharga 500 dinar, tapi ia tidak memiliki apapun. Lalu ia meminta tempo selama tiga hari. Kemudian dia pergi dan melelang rumahnya seharga 500 dinar. Maka pemilik kitab membelinya dengan tunai. Ia pun menjualnya seharga 500 dinar dan membayar harga kitab.

Imam Muhammad bin Ishaq menuntut ilmu semenjak berusia 20 tahun dan kembali kedaerahnya setelah berusia 65 tahun. Beliau rihlah (perjalanan ilmiah) selama 45 tahun dan kembali ke daerahnya sudah menjadi tua. Ulama salaf melakukan rihlah  dengan naik onta, bahkan ada yang berjalan kak,seperti Abul ’la Al-Hamdani yang dalam satu hari mampu berjalan 30 farsakh (sekitar 150 KM) sambil membawa kitab di pundaknya. Masyruq bin Al-Ajda’ melakukan rihlah karena satu masalah ilmu. Bahkan Hasan al-Bashri melakukan rihlah karena satu huruf.

Imam Ahmad menghafal jutaan hadits. Ibnul anbari menghafal 300.000 bait sya’ir tentang bukti kejaiban Al-Qur’an. Sofyan Ats Tsauri melewati seorang penjahit di pasar sambil menyumbat telinganya karena khawatir akan menghafal apa yang dikatakannya. Asy-Sya’bi berkata, “Saya tidak pernah menulis di atas kertas hingga hari ini, tidak seorangpun yang membacakan hadits kepada saya kecuali saya menghafalnya.” Beliau tidak perlu menulis karena ilmunya ada di dalam dada laksana tulisan.

Majlis Imam Bukhari di hadiri oleh 70.000 orang. Majlis Abu Bakar An-Naisaburi dihadiri 30.000 orang. Majlis Abu Bakar an-Najjad dihadiri oleh 10.000 orang. Majlis Ali Bin ashim dihadiri oleh lebih 30.000 orang. Majlis Imam Ahmad bin Hanbal tidak kurang dari 5000 orang.

Tradisi Menulis Ulama Salaf

Imam Syafi’i -karena sangat miskinnya- menulis catatan ilmiahnya di atas pelepah kurma, tulang unta, bebatuan dan kertas yang dibuang orang. Sampai suatu saat kamarnya penuh sesak dengan benda tersebut dan tidak dapat menjulurkan kakinya ketika tidur. Akhirnya, beliau menghafal semua catatan itu dan benda tersebut dikeluarkan dari kamarnya. Karyanya yang terkenal adalah Al-Umm (fikih) dan Ar-Risalah (ushul fikih). Abu Manshur Muhammad bin Husain -karena sangat fakirnya- menulis pelajaran dan mengulangi bacaannya di bawah cahaya rembulan.

Imam Al-Bukhari tidur diatas tikarnya, bila terlintas di benaknya sebuah masalah, beliau bangun dari tidurnya, mengambil korek api dan menyalakan lampu, kemudian menulis hadits dan memberinya tanda. Ketika beliau menaruh kepalanya untuk tidur, terlintas kembali di hatinya sebuah masalah. Sekali lagi beliau menyalakan lampu kemudian menulis haditsnya dan memberinya tanda. Hal ini beliau lakukan lebih dari 15-20 kali dalam satu malam. Semangat membara ini melahirkan kitab monumentalnya “Shahih Bukhari” yang mejadi rujukan kedua setelah Al-Qur’an, yang ditulis selama 16 tahun. Ibnu Hajar al-‘Asqalani, menulis kitab “Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari” berjumlah 17 jilid selama 29 tahun. Imam Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam menulis kitab “Gharibul Hadits” selama 40 tahun.

Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama multidispilin ilmu. Majelis pengajiannya dijuluki dengan “Majelis 300 sorban besar”. Karyanya tersebar dalam berbagai fan ilmu, yang paling fenomenal adalah Ihya ‘Ulumuddin (4 jilid besar).

Imam An-Nawawi, seorang ulama yang sangat menakjubkan. Ia wafat pada usia 45 tahun dan belum sempat berumah tangga. Tapi kitab yang ditulisnya   beratus ribu halaman. Diantara karyanya yang terkenal adalah Al-Majmu’ dan Minhajuth thalibin (kitab fikih standar yang dipakai seluruh pesantren di Indonesia).

Inilah sekelumit “semangat membara” para ulama salaf yang notabenenya tidak mengenal media pembelajaran canggih; komputer, internet, infokus dan  mesin cetak. Mereka tak mengerti istilah kurikulum yang selalu berganti warna bagai “bunglon” seperti, CBSA, KBK, KTSP. Bagaimana dengan kondisi kita di era kontemporer dan teknologi canggih? Berapa judul kitab (buku) yang telah kita hafal dan telaah? Berapa karya ilmiah yang telah kita lahirkan? Logikanya -dengan berbekal media serba lux- kita bisa menghasilkan ratusan kali lipat prestasi dibanding mereka. Tapi realitasnya, kita justru ketinggalan jauh ibarat jaraknya langit dan bumi. Akankah kita bangkit di tahun baru ini? Jadilah seorang yang kakinya di bumi, tapi semangatnya menjulang di ketinggian langit. Wallahu Muwafiq ILa Aqwamit'tariq Summasalamu'alaikum Wr. Wbhabibillah.mufida@yahoo.com

Bayan Dan Macam-Macam Hadits


Studi Al Hadits
Dosen Pembina:
Hj. Ilfi Nurdiana, S.Ag., M.si







DISUSUN OLEH :
Habibillah                      (10510125)



JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2011



o   Bayan Taqrir
yaitu As-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi: “Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185
شهر رضان الذي انزل فىه القرءان هدى لناس وبىنا ت من الهدى والفر قا ن فمن شهد منكم اشهر فلىصمه ومن كان مر ىضا او على سفر فعدة من اىام اخر ىرىد بكم العسر ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم ولعلكمم تشكرون (البقرة 185)
  “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.

o   Bayan Taudhih
yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah: 34
ىا اىها الذىنءامنوا ان كثىرا من الاحبا ر والرهبان لىاء كاون اموال الناس با لبا طل وىصدون عن سبىل الله والذىن ىكنزون الدهب والفضة ولاىنفقو نها فى سبىل الله فبشرهم بعذاب الىم(التوبة34)
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,”.
Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits di atas tersebut.

3. Hadits Taqriri
Hadits yang berupa penetapan (taqririyah) atau penilaian Nabi SAW terhadap apa yang diucapkan atau dilakukan para sahabat yang perkataan atau perbuatan mereka tersebut diakui dan dibenarkan oleh Nabi SAW.
Contohnya hadits berikut, seorang sahabat berkata ;
Kami (Para sahabat) melakukan shalat dua rakaat sesudah terbenam matahari (sebelum shalat maghrib), Rasulullah SAW terdiam ketika melihat apa yang kami
lakukan, beliau tidak menyuruh juga tidak melarang kami ” (HR. Muslim)
habibillah.mufida@yahoo.com

Senin, 28 Maret 2011

ilmu budaya dasar Memahami Hakekat Manusia dan Budaya

Ilmu Budaya Dasar













DISUSUN OLEH :
Habibillah (10510125)

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010


“Tugas Ilmu Budaya Dasar Memahami Hakekat Manusia dan Budaya”

A. Manusia dan Makhluk Lain
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat menbutuhkan orang lain, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Begitu juga dengan  makhluk lainnya, misalnya dengan hewan atau tumbuahan untuk mensejahterakan kehidupannya. Manusia dan makhluk lain seperti hewan atau tumbuhan sangat erat hubungannya, bahkan hampir tak bisa dipisahkan. Kita lihat saja dalam kehidupan sehari-hari kita, apa ada manusia yang tidak membutuhkan makhluk lain seperti hewan atau tumbuhan? Dari dulu sampai sekarang hewan atau tumbuhan selalu dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, banyak contoh yang bisa kita ambil, contohnya saja tumbuhan yang dijadikan sebagai bahan makanan yang utama bagi manusia, misalnya padi, jagung, dan sayur-sayur yang lainnya. Tumbuhan juga bisa dipakai sebagai pelindung atau tempat teduh bagi manusia, missal kayu sebagai bahan bangunan rumah kita. Selain tumbuhan, hewan juga bisa dijadikan bahan makanan bagi manusia. Tidak hanya itu, sebelum ditemukannya kendaraan, manusia sering memanfaatkan hewan sebagai kendaraan darat, dan masih banyak lagi manfaat yang bisa diambil manusia dari  hewan.

B. Aspek-Aspek Manusia
Willian Kirk menyusun struktur lingkungan geografi menjadi 2, yaitu :
Aspek Fisikal
Aspek fisikal geografi meliputi :
Aspek Topologi
Membahas hal-hal yang berkenaan dengan letak atau lokasi suatu wilayah, bentuk muka buminya, luas area dan batas-batas wilayah yang mempunyai ciri-ciri khas tertentu.
Aspek Biotik
Membahas karakter fisik dari manusia, hewan dan tumbuhan
Aspek Non Biotik
Membahas tentang tanah, air dan atmosfer (termasuk iklim dan cuaca)
Aspek NonFisik
Aspek ini menitikberatkan pada kajian manusia dari segi karakteristik perilakunya. Pada aspek ini manusia dipandang sebagai fokus utama dari kajian geografi dengan memperhatikan pola penyebaran manusia dalam ruang dan kaitan perilaku manusia dengan lingkungannya. Beberapa kajian pada aspek ini antara lain :
Aspek Sosial
Membahas tentang adat, tradisi, kelompok masyarakat dan lembaga sosial.
Aspek Ekonomi
Membahas tentang industri, perdagangan, pertanian, transportasi, pasar dan sebagainya
Aspek Budaya
Membahas tentang Pendidikan, agama, bahasa, kesenian dan lain-lain.
Aspek Politik
Misalnya membahad tantang kepartaian dan pemerintahan

C. Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah ;
suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia - bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian MSDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll.
Unsur MSDM adalah manusia.
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktek manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber daya manusianya.

D. Tipologi Manusia
Apa bila kita berbicara mengenai tipologi manusia maka akan terdefinisi bahwa Tiopologi Manusia itu adalah pengetahuan yang mencoba menggolong-golongkan manusia atas dasar kepribadian. Kepribadian seseorang diukur atas dasar vitalitas jasmani dan rohaninya disamping ada faktor temperamen, karakter dan bakat.
Vitalitas jasmani bergantung ada kontruksi tubuh,
Vitalitas psikis merupakan energi hidup yang belum terarah secara intensional, sebagian bergantung pada alam lingkungan yang membentuknya.
Temperamen berarti campuran, yaitu campuran cairan-cairan/humores dalam tubuh (darah merah, lendir putih, empedu hitam, empedu kuning). Cairan yang dominan akan memberikan ciri pada temperamen.
Johan Gasper Lavater (1741-1801) seorang ahli dari Jerman membedakan tipe manusia berdasarkan tubuh dan ilmu wajah (fisiogami).
Adapun tipe manusia berdasarkan tubuh :
Tubuh yang gemuk biasanya mempunyai tipe tenang dan sabar,
Tubuh kecil dan panjang mempunyai tipe lincah dan kurang sabar.
Adapun tipe manusia berdasarkan ilmu wajah (fisiogami) :
Dahi dan alis mata memberikan indikasi tenteng intelegensi seseorang,
Hidung dan pipi mencerminkan kehidupan moral dan emosional,
Mulut dan dagu merefleksikan kehidupan yang masih animal,
Mata mencerminkan kehidupan psikis.
Dan untuk memahami sifat dasar kita, perlu diketahui pengelompokan kepribadian atau watak yang mula – mula

mengusap jilbab ketika berwudlu



Mengusap Jilbab Ketika Berwudhu?
Sering kali, seorang muslimah berjilbab merasa kesulitan jika harus berwudhu di tempat umum yang terbuka. InMaksud hati ingin  berwudhu secara sempurna dengan membasuh anggota wudhu secara langsung. Akan tetapi jika hal itu dilakukan maka dikhawatirkan auratnya akan terlihat oleh orang lain yang bukan mahram. Karena anggota wudhu seorang wanita muslimah sebagian besarnya adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan menurut pendapat yang rojih (terkuat).Lalu, bagaimana cara berwudhu jika kita berada pada kondisi yang demikian?
Saudariku, tidak perlu bingung dan mempersulit diri sendiri, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kemudahan dan keringanan bagi hamba-Nya dalam syari’at Islam ini. Allah Ta’ala berfirman,
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS. Al Baqarah: 185)
Pada bahasan kali ini, kita akan membahas mengenai hukum wudhunya seorang muslimah dengan tetap mengenakan jilbabnya. Semoga Allah Ta’ala memberikan kemudahan.
Seorang Wanita Boleh Berwudhu dengan Tetap Memakai Jilbabnya
Terkait wudhunya seorang muslimah dengan tetap memakai jilbab penutup kepala, maka diperbolehkan bagi seorang wanita untuk mengusap jilbabnya sebagai ganti dari mengusap kepala. Lalu apa dalil yang membolehkan hal tersebut?
Dalilnya adalah bahwasanya Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dulu pernah berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya dan beliau mengusap kerudungnya. Ummu Salamah adalah istri dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka apakah Ummu Salamah akan melakukannya (mengusap kerudung) tanpa izin dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam? (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyyah, 21/186, Asy Syamilah). Apabila mengusap kerudung ketika berwudhu tidak diperbolehkan, tentunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melarang Ummu Salamah melakukannya.
Ibnu Mundzir rahimahullah dalam Al-Mughni (1/132) mengatakan, “Adapun kain penutup kepala wanita (kerudung) maka boleh mengusapnya karena Ummu Salamah sering mengusap kerudungnya.”
Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah berwudhu dengan mengusap surban penutup kepala yang beliau kenakan. Maka hal ini dapat diqiyaskan dengan mengusap kerudung bagi wanita.
Dari ‘Amru bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu, dari bapaknya, beliau berkata,
رأيت النبي صلّى الله عليه وسلّم، يمسح على عمامته وخفَّيه
“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua khufnya.” (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari (1/308 no. 205) dan lainnya)
Juga dari Bilal radhiyallahu ‘anhu,
أن النبي صلّى الله عليه وسلّم، مسح على الخفين والخمار

“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kedua khuf dan khimarnya.” (HR. Muslim (1/231) no. 275)
Dalam kondisi apakah seorang wanita diperbolehkan untuk mengusap kerudungnya ketika berwudhu?
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “(Pendapat) yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad, bahwasanya seorang wanita mengusap kerudungnya jika menutupi hingga di bawah lehernya, karena mengusap semacam ini terdapat contoh dari sebagian istri-istri para sahabat radhiyallahu ‘anhunna. Bagaimanapun, jika hal tersebut (membuka kerudung) menyulitkan, baik karena udara yang amat dingin atau sulit untuk melepas kerudung dan memakainya lagi, maka bertoleransi dalam hal seperti ini tidaklah mengapa. Jika tidak, maka yang lebih utama adalah mengusap kepala secara langsung.” (Majmu’ Fatawawa Rasaail Ibni ‘Utsaimin (11/120), Maktabah Syamilah)
Syaikhul Islam IbnuTaimiyyah rahimahullah mengatakan, “Adapun jika tidak ada kebutuhan akan hal tersebut (berwudhu dengan tetap memakai kerudung -pen) maka terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama (yaitu boleh berwudhu dengan tetap memakai kerudung ataukah harus melepas kerudung -pen).”(Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah (21/218))
Dengan demikian, jika membuka kerudung itu menyulitkan misalnya karena udara yang amat dingin, kerudung sulit untuk dilepas dan sulit untuk dipakai kembali, dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk membuka kerudung karena dikhawatirkan akan terlihat auratnya oleh orang lain atau udzur yang lainnya maka tidaklah mengapa untuk tidak membuka kerudung ketika berwudhu. Namun, jika memungkinkan untuk membuka kerudung, maka yang lebih utama adalah membukanya sehingga dapat mengusap kepalanya secara langsung.
Tata Cara Mengusap Kerudung
Adapun mengusap kerudung sebagai pengganti mengusap kepala pada saat wudhu, menurut pendapat yang kuat ada dua cara [1], diqiyaskan dengan tata cara mengusap surban, yaitu:
1. Cukup mengusap kerudung yang sedang dipakai.
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu dari bapaknya,
“Aku pernah melihat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua khufnya.”
Surban boleh diusap seluruhnya atau sebagian besarnya [2]. Karena kerudung bagi seorang wanita bias diqiyaskan dengan surban bagi pria, maka cara mengusapnya pun sama, yaitu boleh mengusap seluruh bagian kerudung yang menutupi kepala atau boleh sebagiannya saja. Akan tetapi, jika dirasa sulit untuk mengusap seluruh kerudung, maka diperbolehkan mengusap sebagian kerudung saja yaitu bagian atasnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Amr bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu di atas.
2. Mengusap bagian depan kepala (ubun-ubun) kemudian mengusap kerudung.
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu,
أن النبي صلّى الله عليه وسلّم، توضأ، ومسح بناصيته وعلى العمامة وعلى خفيه
“Bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu mengusap ubun-ubunnya, surbannya, dan juga khufnya.” (HR. Muslim (1/230) no. 274)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,
رأيتُ رسولَ اللّه صلى الله عليه وسلم يتوضأ وعليه عمَامة قطْرِيَّةٌ، فَأدْخَلَ يَدَه مِنْ تحت العمَامَة، فمسح مُقدَّمَ رأسه، ولم يَنْقُضِ العِمًامَة
“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, sedang beliau memakai surban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah surban untuk menyapu kepala bagian depan, tanpa melepas surban itu.” (HR. Abu Dawud)
Syaikhul Islam IbnuTaimiyah rahimahullah berkata, “Jika seorang wanita takut akan dingin dan yang semisalnya maka dia boleh mengusap kerudungnya. Karena sesungguhnya Ummu Salamah mengusap kerudungnya. Dan hendaknya mengusap kerudung disertai dengan mengusap sebagian rambutnya.” (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah (21/218), Maktabah Syamilah)
Maka diperbolehkan bagi seorang muslimah untuk mengusap kerudungnya saja atau mengusap kerudung beserta sebagian rambutnya. Namun, untuk berhati-hati hendaknya mengusap sebagian kecil dari rambut bagian depannya beserta kerudung, karena jumhur ulama tidak membolehkan hanya mengusap kerudung saja, sebagaimana diungkapkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari. (Lihat Fiqhus Sunnah lin Nisaa, Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim)
Syarat-Syarat Mengusap Kerudung
Para ulama berselisih pendapat tentang syarat-syarat mengusap penutup kepala (dalam konteks bahasan ini adalah kerudung). Sebagian ulama berpendapat bahwa syarat-syarat mengusap penutup kepala sama dengan syarat-syarat mengusap khuf (sepatu). Perlu diketahui bahwa di antara syarat-syarat mengusap khuf adalah khuf dipakai dalam keadaan suci dan batas waktu mengusap khuf adalah sehari semalam untuk orang yang mukim dan tiga hari tiga malam untuk musafir.
Sebagian lagi berpendapat bahwa syarat-syarat mengusap keru
dung tidak dapat diqiyaskan dengan persyaratan mengusap khuf. Mengapa demikian? Meskipun sama-sama mengusap, tetapi mengusap kerudung merupakan pengganti dari mengusap kepala yang mana kepala merupakan anggota wudhu yang cukup dengan diusap, sedangkan mengusap khuf merupakan pengganti dari mengusap kaki yang mana kaki merupakan anggota wudhu yang dibasuh/dicuci.
Oleh karena itu tidaklah disyaratkan untuk memakai penutup kepala dalam keadaan suci dan tidak ada batasan waktu, dan inilah pendapat yang lebih kuat, insya Allah. Mereka berpendapat karena dalam hal ini tidak ada ketetapan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai batasan waktunya. Kapanpun seorang wanita muslimah memakai kerudung dan berkepentingan untuk mengusapnya ketika berwudhu maka ia boleh mengusapnya, dan bila mana ia bisa melepas kerudungnya ketika berwudhu maka ia mengusap kepalanya, dan tidak ada batas waktu untuk hal tersebut. Namun, untuk lebih berhati-hati hendaknya kita tidak memakai penutup kepala kecuali dalam keadaan suci. (Majmu’ Fatawa wa Rasaail Ibnu ‘Utsaimin (11/119)). Wallahu a’lam.

MENGULAS MANUSIA DAN CINTA KASIH

MENGULAS MANUSIA DAN CINTA KASIH
Nama        : Habibillah.MD

1.     MENGULAS LAGU MENGENAI POLITIK

¨      Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini
Suara yang keluar dari dalam goa
Goa yang penuh lumut kebosanan

(Maksud dari Goa diatas adalah tempat yang penuh kegelapan belum ada penerangan dan terasa belum ada kemajuan yang berarti sehingga mengakibatkan kebosanan yaitu dampak dari tak ada perubahan lebih baik dari pemimpinnya)

¨      Walau hidup adalah permainan
Walau hidup adalah hiburan
Tetapi kami tak mau dipermainkan
Dan kami juga bukan hiburan

(Maksud dari lirik lagu diatas adalah rakyat yang tidak mau dipermainkan apalagi jadi bahan hiburan dari pejabat tinggi yang tidak serius menangani Negara)

¨      Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa

(Maksud dari lirik lagu tersebut adalah untuk para presiden dan pejabat tinggi Negara dapat menurunkan harga sembako,BBM,dan kebutuhan rakyatnya seperti membantu membuka lapangan pekerjaan dan rakyat kecil pasti diangkat oleh rakyatnya menjadi manusia setengah dewa yang berarti sosok manusia yang hatinya seperti dewa yaitu baik dan dengan tulus membantu rakyat kecil atau kaum lemah)

¨      Masalah moral masalah akhlak
Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu urus saja akhlakmu
Peraturan yang sehat yang kami mau


(Maksud dari lirik lagu tersebut adalah menggambarkan bagaimana rakyat yang tidak mau banyak diatur masalah moral dan akhlak dan menganggap biar pejabat tinggi diatas membenahi moral dan akhlak mereka sendiri serta yang diinginkan oleh rakyat peraturan yang sehat yaitu seadil-adilnya,tegas,berimbang dan tak pandang bulu)

¨   Tegakkan hukum setegak tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa


(Maksud dari lirik lagu diatas adalah rakyat menginginkan hukum yang sehat seperti seadil-adilnya,tegas,berimbang dan tak pandang bulu pasti rakyat pun akan menganggap orang yang melakukan seperti presiden atau pejabat tinggi Negara lainnya menjadi manusia setengah dewa yang memiliki rasa empati yang tinggi pada rakyat)


¨   Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini

(Maksud dari lirik lagu diatas adalah agar presiden yang baru harus mendengar suara rakyat yang masih terpuruk ini agar diperhatikan kesejahteraannya)

Sumber :  http://musiklib.org/Iwan_Fals-Manusia_Setengah_Dewa-Lirik_Lagu.html


MANUSIA DAN CINTA KASIHhabibillah.mufida@yahoo.com

I.       Pengertian Cinta Kasih
a.       Cinta adalah rasa sangat suka atau sayang (kepada) ataupun rasa sangat kasih atau sangat tertarik hatinya.
b.      Kasih, artinya perasaan sayang atau cinta (kepada) atau menaruh belas kasihan.
Dengan demikian cinta kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas kasihan.
     Cinta sama sekali bukan nafsu, pernyataan tersebut sangat penting khususnya bagi remaja dengan tingkat nafsu seksualnya sedang bergejolak.
Perbedaan antara cinta dan nafsu adalah :
a. Cinta bersifat manusiawi, hanya pada manusialah Cinta timbul dan berkembang,sedangkan pada binatang terbatas pada naluri untuk melindungi.
b. Cinta bersifat rokhaniah, sedangkan cinta sifatnya jasmaniah. Rasa cinta dapat memberikan semangat dalam hidup bagi orang yang mencintai dan bagi yang menerimanya, dirasakan sebagai kebahagiaan. Sedangkan nafsu cenderung memuaskan dorongan seks semata.
c.       Cinta menunjukkan perilaku memberi, sedangkan nafsu senantiasa menuntut.

Cinta memiliki tiga tiga angkatan : Tinggi, menengah dan rendah
# Cinta tingkat tinggi adalah cinta kepada Tuhan yang telah menciptakan kita dan diyakini.
# Cinta tingkat menengah adalah cinta kepada orang tua, anak, saudara, istri/suami dan kerabat.
# Cinta tingkat terendah adalah cinta yang lebih mengutamakan cinta keluarga, kerabat, harta, dan tempat tinggal.

• CINTA MENURUT AJARAN AGAMA

1)  Cinta Diri
Cinta Diri erat kaitannya dengan dorongan menjaga diri. Al-Qur’an telah mengungkapkan cinta alamiah manusia terhadap dirinya sendiri ini, kecenderungannya untuk menuntut segala sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi dirinya, dan menghindari diri dari segala sesuatu yang membahayakan kesalahan dirinya, melalui ucapan Nabi Muhammd SAW, bahwa seandainya beliau mengetahui hal-hl gaib, tentu beliau akan memperbanyak hal-hal yang baik bagi dirinya dan menjauhkan dirinya dari segala keburukan.
2) Cinta Kepada Sesama Manusia
Agar manusia dapat hidup dengan penuh keserasian dan keharmonisan dengan manusia lainnya, tidak boleh tidak ia harus membatasi cintanya pada diri sendiri dan egoismenya. Allah ketika member isyarat tentang kecintaan manusia pada dirinya sendiri, seperti yang tampak pada keluh kesahnya apabila ia tertimpa kesusahan dan usahanya yang terus menurus untuk memperoleh kebaikan serta kebakhilannya dalam memberikan sebagian karunia yang diperolehnya, setelah itu Allah langsung memberi pujian kepada orang-orang yang berusaha untuk tidak berlebih-lebihan dalam cintanya kepada diri sendiri dan melepaskan diri dari gejala-gejala itu.
3) Cinta Seksual
Cinta erat kaitannya dengan dorongan seksual. Sebab ialah yang bekerja dalam melestarikan kasih sayang, keserasian, dan kerjasama ntara suami dan istri. Ia merupakan factor yang primer bagi kelangsungan hidup keluarga. Dorongan seksual melakukan suatu fungsi penting, yaitu melahirkan keturunan demi kelangsungan jenis. Lewat dorongan seksual terbentuk keluarga.

BERIKUT INI ADALAH MACAM-MACAM BENTUK RASA KASIH SAYANG MANUSIA :

• KASIH SAYANG

Pengertian kasih sayang menurut kamus umum bahasa Indonesia karangan W.J.S.Poerwardarminta adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka kepada seseorang. Dalam kasih sayang sadar atau tidak sadar dari masing-masing pihak dituntut tanggung jawab, pengorbanan, kejujuran, saling percaya, saling pengertian, saling terbuka, sehingga keduaanya merupakan kesatuan yang bulat dan utuh.

Kasih Sayang, dasar komunikasi dalam suatu keluarga. Komunikasi antara anak dan orang tua. Pada prinsipnya anak terlahir dan terbentuk sebagai hasil curahan kasih sayang orang tuanya. Pengembangan watak anak dan selanjutnya tak boleh lebih dari kasih sayang dan perhatian orang tua. Suatu hubunan yang harmonis akan terjadi bila hal itu terjadi secara timbal balik antara orang tua dan anak.

• KEMESRAAN
Kemesran berasal dari kata mesra, yang artinya perasaan simpati yang akrab. Kemesraan ialah hubungan yang akrab baik antara pria wanita yang sedang dimabuk asmara maupun yang sudah berumah tangga.

Bila seorang mengobral cinta, maka orang itu termasuk nilai cinta, yang berarti menurunkan martabat dirinnya sendiri. Kemesraan dapat menimbulkan daya kreativitas manusia. Dengan kemesraan orang dapat menciptakan berbagai bentuk seni sesuai dengan kemampuan dan bakatnya.

• PEMUJAAN

Pemujaan adalah salah satu manifestasi cinta manusia kepada tuhannya yang diwujudkan dalam bentuk komunikasi ritual. Kecintaan manusia kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal ini ialah karena pemujaan kepada tuhan adalah inti, nilai dan makna kehidupan yang sebenarnya.

Pemujaan-pemujaan itu sebenarnya karena manusia ingin berkomunikasi dengan Tuhannya. Hal ini berarti manusia mohon ampun atas segala dosanya. Mohon perlindungan, mohon dilimpahkan kebijaksanaan, agar ditunjukkan jalan yang benar, mohon ditambahkan segala kekuatanyang ada padanya, dan lain-lain.

Jadi,kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan baiknya untuk bisa saling menyayangi dan mencintai demi tercipta hubungan baik,harmonis,dan selaras ataupun timbal balik baik dengan Tuhan,orang tua dan sesama manusia.